Kamis, 19 Februari 2009

Rantai

Bakal ada satu postingan lagi dengan judul ini, tapi dalam bentuk cerpen. Dan nggak, temanya bukan dari ini. Beda jauuh...banget. Dari sabang sampai merauke.

Yah, aku selama ini selalu percaya dengan yang namanya timbal balik. Nggak ada sesuatu yang bisa disebut kebetulan. Yang ada hanya satu kejadian yang berkaitan dengan yang lainnya. kejadian yang memang harus terjadi, bukan karena kebetulan terjadi. Kejadian yang ada karena sesuatu yang kita pilih. Kejadian yang merupakan hasil dari sebuah pilihan

Jadi diulang, kan. Meskipun dengan kalimat yang beda.

Oke, jadi ada yang dinamakan rantai. Roda. Efek. Timbal balik. Makan dan dimakan (lho?). Tapi itu bener.

Jadi lupa mau nulis apa, kan. Oh iya.

Akhir-akhir ini aku sedang amat sangat, banget, atau apalah kata yang berfungsi untuk menguatkan kata lainnya itu - labil.

Tahu apa yang kulakukan salah, tapi nggak ada usaha untuk menghentikan itu. Tahu tindakanku kekanak-kanakan, tapi masa bodo dengan itu. Tahu aku nggak usaha, tapi nggak memperbaiki. Tahu kalau ada sesuatu yang beda, tahu apa yang salah, tapi tetep - diam. Ya, diam.

Atau cuek? Atau terlalu malas?

no 1: Efek

Semuanya berbalik ke diriku sendiri. Semuanya. Kenapa?

no 2: Rantai

Kubalikkan lagi ke yang lain. Atau kudiamkan. dua-duanya sama saja, membentuk rantai. Nggak akan putus sebelum aku yang mencoba memutuskannya. Nggak peduli. Masih senang disakiti dan menyakiti. Masih manusia.

no 3: Makan dan dimakan

Makan hati orang lain, dan dimakan hatinya oleh orang lain. Bodo amat

no 4: Roda

Harus tetep jalan, meskipun berputar-putar di tempat yang sama. Kenapa?

no 5: Timbal balik

Apa yang kau tanam, itulah yang kau tuai. Masa?

Nggak adil. Kenapa kita mesti terus-terusan nyoba untuk mendengarkan, padahal belum tentu ada yang mendengarkan kita? kenapa sekalinya kita nggak mendengarkan malah dicap sombong, nggak tahu adat, dll? Kenapa harus peduli? Kenapa harus peduli kalau nggak yakin ada yang lain di muka bumi ini yang peduli? Kenapa harus menunggu kalau nggak ada yang menunggu? Kenapa, sekali saja kita ngelepasin usaha-usaha itu, semuanya menjauh? Kenapa orang lain bisa bebas melepaskan usaha itu dan tetap dekat? Kenapa?

Kenapa, mengapa, kamana? kemana rantai itu? Kemana roda itu? Kemana mangsa-mangsa itu? Kemana? Mati kelaparan? Atau juga dimakan oleh predator-predator itu?

Jadi inget, ada satu kalimat yang aku suka banget dari sebuah buku. Udah lupa judulnya, kalo nggak salah sih Billy 24 wajah atau apa... gitu. Kalimatnya kayak gini:

'Dunia tanpa rasa sakit adalah dunia tanpa perasaan, tapi dunia tanpa perasaan adalah dunia tanpa rasa sakit'

Apa perlu membuang semua perasaan untuk nggak merasa sakit? Ya. Paling nggak, aku tahu itu.

Postingan yang ditulis dengan bahasa acak-acakan.

Sedikit tambahan yang sama sekali nggak berkaitan dengan di atas, aku lagi benci banget dengerin Bella's Lullaby. Bawaannya pengen nimpukin sesuatu terus-terusan. Jadinya selalu kulewatin kalo lagi dengerin playlist instrument. Lagi seneng Kizuna dan La Sola, biar sekalian depresi.

0 komentar: